Di Kalimantan Timur, tradisi ini masih dilakukan oleh suku Dayak Kenyah, Bahau, dan Kayan. Di antara Dayak Kenyah, baik laki-laki dan perempuan memiliki telinga yang di sengaja memanjang, tapi panjangnya bervariasi antara pria dan wanita. Pria seharusnya tidak memperpanjang telinganya melebihi bahunya, sedangkan perempuan dibiarkan tumbuh hingga dada.
Proses menusuk Daun telinga sendiri dimulai pada masa kanak-kanak, yaitu sejak usia satu tahun. Maka setiap tahun mereka menambahkan sepotong anting perak atau anting-anting, seperti anting anting perak atau bahan yang lain, gaya perbedaan anting-anting menunjukkan perbedaan dalam status dan jenis kelamin. Seperti kaum bangsawan memiliki gaya anting-anting tersendiri dan tidak boleh digunakan oleh rakyat dan orang-orang biasa.
Sementara itu, menurut Dayak Kenyah, memanjangkan daun telinga di kalangan masyarakat Dayak secara tradisional berfungsi sebagai penanda identitas manusia mereka.
Menurut penelitian oleh Dr Yekti Maunati yang mengunjungi Desa Long Blooming, sebuah desa suku Dayak otentik, Mirip dengan orang Dayak yang hidup di pedesaan, ternyata warga desa Long Blooming sendiri tidak semua memiliki tato dan telinga panjang, kemudian, jelas bahwa ini adalah betul dan sebagian benar, karena banyak pendudk yang memiliki telinga panjang kemudian memotong daun telinga nya yang memanjang. Pemotongan telinga sendiri dilakukan di sebuah rumah sakit melalui operasi kecil, hanya beberapa orang yang masih memiliki telinga panjang, dan bahkan sebagian besar hanya dimiliki orang tua di atas usia 60 tahun. Dari hasil penelitian dan pengamatan Dr Yekti Maunati mengungkapkan perilakui tersebut disebabkan karena malu dan inginterlihat seperti orang lain , karena mereka memliki pengalaman buruk ditertawakan orang lain dan menganggap mereka aneh , bahkan banyak dari mereka beranggapan orang dayak pemakan daging manusia.
Jika kita analisis lebih lanjut, perasaan malu ini disebabkan oleh modernisasi dan globalisasi yang mulai merasuki kehidupan orang Dayak. Globalisasi kemudian membuat menjadi kurangnya rasa hormat masyarakat terhadap nilai-nilai budaya Dayak yang mereka miliki, karena mereka menjadi lebih menghargai nilai-nilai yang berlaku di dunia internasional. Kebiasaan memanjangkan telinga di Dayak biasa dicibir di dunia internasional sehingga mereka dalam kebingungan apa harus melestarikan nilai-nilai budaya mereka, yang sekarang tidak dianggap lagi sesuai dengan perubahan zaman?
Di masa lalu, sebelum globalisasi dan modernisasi merasuk kedalam kehidupan masyarakat Dayak, suku dayak benar-benar menghargai nilai-nilai budaya, dalam hal ini memperpanjang daun telinga yang dianggap sebagai tanda bahwa mereka adalah bangsa yang beradab. Namun, sejak masuknya globalisasi, muncul gagasan bahwa negara-negara beradab tidak seperti apa yang mereka pikirkan selama ini. Mereka mulai merasa mereka berbeda dari negara lain atau suku, yang mendapat cap "beradab" atas mereka. Perbedaan itu kemudian menimbulkan keraguan dalam diri mereka sendiri, sehingga pada akhirnya mereka menolak nilai-nilai budaya yang mengatakan bahwa memanjangkan telinga adalah tanda bangsa beradab. Penolakan nilai-nilai budaya ini memang hanya terjadi disedikit orang Dayak, khususnya kaum muda, yang masih memulai kebiasaan memperpanjang daun telinga.
Meskipun telinga panjang yang unik, yang dikagumi oleh masyarakat non-Dayak. Orang Dayak tidak boleh malu terhadap penanda fisik, karena malu itu pada akhirnya bisa menyebabkan punahnya salah satu dari nilai-nilai budaya dalam masyarakat Dayak.
Untuk pilihan wisata di Kalimantan Timur, silahkan baca juga : Wisata Budaya Perkampungan Suku Dayak, Kalimantan .
Tag :
Kalimantan Timur
0 Komentar untuk "Berwisata Melihat Tradisi Memanjangkan Telinga dari Suku Dayak"